“Kisah Ekalawya dan Merdeka Belajar”

Indonesia telah mengalami berkali-kali transformasi kurikulum pendidikan, yang saat ini sedang digaungkan adalah sebuah Kurikulum dengan Konsep Merdeka Belajar. Konsep yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan yang mengajarkan untuk mencapai perubahan dan bermanfaat bagi masyarakat. Esensi Merdeka Belajar ini pada dasarnya memberikan kebebasan berpikir kepada pendidik dan peserta didik sehingga mendorong karakter jiwa merdeka untuk mengeksplorasi pengetahuan dari lingkungannya. Sebagaimana disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru. Dari ungkapan itulah, Ia percaya bahwa peserta didik dapat memperoleh ilmu dan pendidikan bukan hanua ketika berada di sekolah dan bukan hanya dari guru.

Salah satu tujuan dari merdeka belajar adalah menciptakan peserta didik yang memiliki jiwa merdeka, tidak lagi terkekang dengan adanya banyaknya peraturan sehingga peserta didik dapat menemukan potensi masing-masing serta kemampuan dirinya sendiri. Dalam hal ini, peserta didik dapat menetapkan tujuan belajar sesuai dengan kebutuhan, minat dan aspirasi, menetapkan prioritas dan cara, ritme belajar yang adaptif dan selalu melakukan refleksi diri untuk menentukan mana tujuan dan cara yang efektif ataupun perlu diperbaiki.

Jauh sebelum Ki Hadjar Dewantara menyampaikan konsep merdeka belajar. Kita dibawa kepada sebuah kisah dalam Wiracarita Mahabharata, yakni seorang Ksatria Kaum Nishada bernama Ekalawya. Tentu tidak banyak mengenal Ksatria Ekalawya dalam peperangan Bharatayudha. Namun banyak orang mengenalnya sebagai salah satu pemanah terbaik yang memiliki kemampuan setara dengan Arjuna. Ekalawya, secara harfiah berarti “ia yang memusatkan pikirannya pada suatu ilmu atau pelajaran”, yang pada hal ini adalah ilmu memanah. Karena didasari keinginan kuatnya untuk memperdalam ilmu panahan, Ekalawya datang ke Hastinapura untuk berguru langsung kepada Guru Drona, yang merupakan Guru dari para Pandawa dan Kaurawa. Permohonan Ekalawya untuk menjadi murid Guru Drona ditolak karena kekhawatiran bahwa Ekalawya mampu menandingi keterampilan memanah dari Arjuna, apalagi Ekalawya berasal dari Nishada, sekutu dari Jarasanda.

Penolakan dari Guru Drona tidak mengendurkan niat dari Ekalawya untuk memperdalam ilmu memanah. Ia kembali ke hutan dan belajar dengan memuja sebuah patung menyerupai Guru Drona. Bagi Ekalawya, keberadaan patung tersebut sama halnya dengan keberadaan Guru Drona yang selalu mengawasinya dalam belajar memanah. Keterampilan memanah Ekalawya semakin meningkat seiring keinginan dan karakter jiwa merdeka untuk mengeksplorasi pengetahuan memanah dari lingkungannya.

Suatu ketika, Ekalawya yang sedang berlatih di tengah hutan mendengar suara anjing menggonggong. Tanpa melihat sumber suara, Ekalawya melepaskan anak panah yang menyumpal mulut anjing terbut. Ternyata, anjing tersebut merupakan milik Arjuna yang sedang berburu di tengah hutan. Saat pertemuan tersebut, Arjuna dan Guru Drona menyadari kemampuan memanah Ekalawya setara bahkan hampir mengungguli kemampuan Arjuna. Ekalawya memperkenalkan dirinya sebagai murid Guru Drona. Ia juga mengakui bahwa ia memuja patung Guru Drona sebagai Gurunya dalam belajar memanah. Mendengar pengakuan Ekalawya, timbul kegundahan dalam hati Arjuna, yang mempertanyakan benarkan ia masih menjadi pemanah terbaik di dunia?

Terlepas dari kelanjutan kisahnya, Ksatria Ekalawya mengajarkan kepada kita bahwa Ekalawya telah memberikan sebuah langkah kemerdekaan dalam belajar yang mengarahkan tujuan, cara dan hasil belajar. Hal ini menunjukkan bagaimana konsep pembelajaran yang membangun kesadaran diri untuk belajar secara mandiri yang bebas dari tekanan dengan tetap menjaga komiten pada tujuan dan selalu melakukan refleksi diri. Merdeka belajar yang diajarkan adalah salah satu strategi penting untuk menumbuhkan minat dan bakat peserta didik dalam belajar. Peserta didik yang merdeka belajar akan mengembangkan kemampuannya dengan baik sesuai dengan kompetensi dan minatnya. Ksatria Ekalawya mengetahui bahwa tujuan dan minatnya adalah menjadi pemanah unggul. Ia pun mengeksplorasi keterampilan memanahnya dnegan berlatih di tengah hutan dan berbagai medan, bahkan tanpa guru yang hadir langsung, ia telah membuktikan bahwa kemampuannya telah setara dengan keterampilan memanah Arjuna.

Dari kisah Ekalawya, begitu pula pernyataan Ki Hadjar Dewantara serta merujuk esensi Kurikulum Merdeka Belajar ini, seorang peserta didik diharapkan melakoni pendidikannya yang merdeka (independen), dengan tiga dimensi utama yakni tidak melepas komitmen dan tujuan belajar, mandiri dalam cara belajar dan selalu merefleksi proses belajar yang telah dilalui. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *